BAB I
RINGKASAN MATERI
Progressivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu
sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas
Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah
tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis
dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan
itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak
otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Pendidikan
yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk
mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberikan tempat
semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan.
Pada hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak manusia dalam usahanya
untuk mengalami kemajuan atau progress.
Oleh
karena itu kemajuan atau progress ini menjadi inti perhatian
progressivisme, maka, beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagian utama dari
kebudayaan. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini
beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk
hidup, kesejahteraan, mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan
asa eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori.
Sedangkan dinamakan environmetalisme karena aliran ini menganggap
lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Progresivisme
yang lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada
aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James
(1842-1910) dan John Dewey (1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi
manfaat bagi hidup praktis.
Filsafat
progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme
dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu
manusia dalam hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan,
harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Di
sini kita bisa menganggap bahwa filsafat progressivisme merupakan The
Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan)
maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan,
toleran dan terbuka sehingga menuntut untuk selalu maju bertindak
secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis. Untuk
mencapai perubahan tersebut manusia harus memiliki pandangan hidup yang
bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel, curious (ingin mengetahui dan
menyelidiki), toleran dan open minded.
Filsafat
progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia
pendidikan, dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada peserta didik. Anak didik diberikan kebebasan secara
fisik maupun cara berfikir, guna mengembangakan bakat, kreatifitas dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan
yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan di atas maka sangat
jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud menjadikan anak
didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan
menjawab tantangan zaman peradaban baru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ONTOLOGI
Sifat
utama darai pragmatisme mengenai realita, sebenarnmya dapat dikatakan
John Dewey, dalam bukunya yang berjudul Creative Intelligence,
mengatakan;
“….. dengan tepat bahwa tiada teori realita yang umum.”
“….. dengan tepat bahwa tiada teori realita yang umum.”
Diantara
kaum pragmatis – jadi progresivis – John Dewey mempunyai pandangan yang
ekstrim, sebab tokoh-tokoh lain tidaklah demikian. Mereka mengatakan
bahwa metafisika itu ada, karena pragmatisme mempunyai konsep tentang
eksistensi. Misalnya, dari sudut eksistensi alam bukanlah diartikan
sebagai pengertian yang substansial, melainkan diartikan atau dipandang
dari sudut prosesnya.
Uraian
di atas menunjukkan bahwa ontologi progresivisme mengandung pengertian
dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri
dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, tindakan dan perbuatan.
Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan,
perubahan dan berani bertindak.
Jelaslah,
bahwa selain kemajuan atau progress, lingkungan dan pengalaman
mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan
ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita tidaklah
cukup diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini haruslah
dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud yang lainnya. di
samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup
yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih berganti.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala
sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu
tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
B. EPISTIMOLOGI
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan
dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan,
bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran
dan keyakinan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan
dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut
diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode,
diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
Tinjauan
mengenai realita di atas memberikan petunjuk pragmatisme lebih
mengutamakan pembahasan mengenai epistemologi daripada metafisika. Misal
yang jelas adalah tinjauan mengenai kecerdasan dan pengalaman – yang
keduanya tidak dapat dilepaskan satu sama lain – agar dapat dimengerti
arti masing-masing itu.
Pengetahuan
yang merupakan hasil dari aktivitas tertentu diperoleh manusia baik
secara langsung melalui pengalam dan kontak dengan segala realita dalam
lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan yang diperoleh melalui
catata-catatan – buku-buku, kepustakaan.
Untuk
mengtahui teori pengetahuan yang dimaksud, perlu kiranya menunjau
istilah-istilah dan arti seperti induktif, rasional dan empirik.
Induktif merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan mengambil
data khusus terlebih dahulu dan diikuti dengan penarikan kesimpulan
secara umum. Deduktif adalah sebaliknya, artinya dengan pengetahuan yang
diperoleh dengan berlandaskan ketentuan umum yang berupa postulat
–postulat dan spekulatif.
Dalam
epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah
instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik
adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang
memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan. Fakata yang
masih murni saja – yang belum diolah atau disusun – belum merupakan
pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan pengorganisasian tertentu dari
“bahan-bahan mentah” tersebut.
Pengetahuan
harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam
lingkungan. Oleh sebab adanya prisip-prinsip epistemologi tersebut di
atas, progresivisme mengadakan pembedaan anatara pengetahuan dan
kebenaran. Pengetahuan adalah kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang
terhimpun dari pengalaman yang siap untuk digunakan. Sedangkan kebenaran
ialah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan
mengarahklan beberapa segmen pengetahuan agar dapat menumbuhkan petunjuk
atau penyelesaian pada situasi tertentu yang mungkin keadaannya kacau.
Dalam
hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan
sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya
hubungan anatara manusia dengan lingkungan, baik yang berwujud
lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau manusia.
Sementara
kaum realis modern, pragmatis, empirisis logis, atau naturalis
mengambil tesis falibilistik bahwa pengetahuan adalah bersifat kontingen
dari perubahan serta kebenaran bersifat relatif sesuai dengan
kondisinya.
Dari
sini, epistemologi adalah bidang tugas filsafat yang mencakup
identifikasi dan pengujian kriteria pengetahuan dan kebenaran.
Pernyataan kategoris yang menyebutkan bahwa “ini kita tahu” atau “ini
adalah kebenaran” merupakan pernyataan-pernyataan yang penuh dengan
makna bagi para pendidik karena sedikit banyak hal tersebut bertaut
dengan tujuan pendidikan yang mencakup pencarian pengetahuan dan
perburuan kebenaran.
C. AXIOLOGI
Aksiologi
berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu
yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai,
penyelidikan tentang kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai
tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang
merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa,
sehingga memungkinkan adanya relevansi seperti yang ada dalam masyarakat
pergaulan. Oleh karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya
nilai, maka makna nilai itu tidaklah bersifat eksklusif. Ini berarti
berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat
dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian
yang dialami manusia dalam pergaulan.
Berdasarkan
pandangan diatas, progresivisme tidak mengadaklan pembedaan tegas
antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Dua jenis nilai ini
saling bergantung satu sama lain seperti juga halnya pengetahuna dan
kebenaran.
Misalnya
bila dikatakan bahwa kesehatan itu selalu bernilai baik tidaklah
semata-mata suatu ilustrasi tentang nilai instrinsik. Nilai kesehatan
akan dihayati oleh manusia dengan lebih nyata bila dihubungkan dengan
segi-segi yang bersifat operasional; bahwa kesehatan yang baik akan
mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Hubungan
timbal balik dua sifat nilai instrinsik dan instrumental ini –
menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai.
Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari kebudayaan itu
ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang individu-individu
mampu untuk mengadakan tinjauan dan penentuan mengenai standar sosial
tertentu. Karena itu nilai merupakan bagian integral dari pengalaman dan
bersifat relative, temporal dan dinamis. Maka sifat perkembangannya
berdasarkan pada dua hal; untuk diri sendiri dalam arti kebaikan
instrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaikan
instrumental.
aksiologi
bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari
filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad),
benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means
and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?).
Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk
berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep
semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah
aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan
konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori
nilai.
Terdapat
dua kategori dasar aksiologis; (1) objectivism dan (2) subjectivism.
Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama: apakah nilai itu bersifat
bergantung atau tidak bergantung pada manusia (dependent upon or
independent of mankind)? Dari sini muncul empat pendekatan etika, dua
yang pertama beraliran obyektivis, sedangkan dua berikutnya beraliran
subyektivis.
BAB III
KESIMPULAN
Progressivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu
sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas
Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah
tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis
dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan
itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak
otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Ontologi
progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang
kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah
perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup
berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani
bertindak.
Dalam
epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah
instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik
adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang
memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan. Fakata yang
masih murni saja – yang belum diolah atau disusun – belum merupakan
pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan pengorganisasian tertentu dari
“bahan-bahan mentah” tersebut.
Nilai
tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang
merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa,
sehingga memungkinkan adanya relevansi seperti yang ada dalam masyarakat
pergaulan. Oleh karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya
nilai, maka makna nilai itu tidaklah bersifat eksklusif. Ini berarti
berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat
dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian
yang dialami manusia dalam pergaulan.
DAFTAR BACAAN
Bakry, Hasbullah, Sitematik Filsafat (Widjaya, Yogyakarta, 1970).
Idris, H. Sahara dan Jamal, H Lisman, Pengantar Pendidikan (Grasindo, 1992)Sumitro, Dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan, IKIP Yogyakarta
Murtiningsih, Siti, Pendidikan Alat Perlawanan, Resist Book, 2004
Sadullah, Uyah. Drs, Pengantar Filsafat Pendidikan (Alfabet, Yogyakarta 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar